Perdagangan AS Merugi China Disalahkan.

Perdagangan AS Merugi, China Disalahkan
China dianggap secara sepihak mengendalikan kurs yuan atas dolar
Kamis, 30 September 2010, 10:34 WIB
Renne R.A Kawilarang 

  (AP Photo/Gerald Herbert)
VIVAnews - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS menyetujui Undang-Undang (UU) yang dapat menerapkan sanksi perdagangan atas China dan negara-negara lain yang dianggap memanipulasi kurs mata uang mereka atas dolar untuk mendapat keuntungan sepihak.
Bagi politisi dan pemerintah AS, China dinilai telah memanipulasi kurs yuan sehingga turut merugikan ekonomi AS. 

Persetujuan UU itu berdasarkan pemungutan suara dengan komposisi 348 banding 79, dalam sidang DPR di Washington DC, Rabu 29 September 2010 waktu setempat. UU belum bisa segera berlaku karena masih harus dibahas di Senat sebelum disahkan oleh presiden.

Bila UU disahkan, pemerintah AS bisa mendesak China agar bersedia membiarkan kurs yuan ditentukan mekanisme pasar. Pemerintah China selama ini dianggap secara sepihak mengendalikan kurs yuan atas dolar sehingga menyebabkan kerugian bagi AS.

Menurut Ketua DPR Nancy Pelosi, dalam 20 tahun terakhir defisit perdagangan AS dengan China telah membengkak, dari US$5 miliar per tahun menjadi US$5 miliar setiap pekan. Defisit ini pada akhirnya mengarah kepada banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Dalam satu dekade terakhir, sektor manufaktur di AS terpaksa memangkas lebih dari dua juta pekerja.  

"Kami melakukan [persetujuan atas UU] ini karena satu juta lapangan kerja di AS bisa tercipta bila pemerintah China tidak mengekang dan membiarkan nilai mata uangnya bergerak sesuai kekuatan pasar," kata Pelosi.

Bagi kalangan manufaktur di AS, kurs yuan saat ini sudah tidak realistis, nilainya 40 persen lebih rendah dari dolar. Ini menyebabkan produk-produk China menjadi lebih murah dan lebih kompetitif di AS. Sebaliknya, produk Amerika di China kian mahal.

Bila UU ini diberlakukan, pihak berwenang di AS bisa mengganjar sanksi atas impor dari China. Definisi praktik subsidi pemerintah yang tidak layak bisa diperluas dengan mencantumkan manipulasi pemerintah atas kurs mata uangnya demi mendapatkan keuntungan dagang.

Saat ini, Departemen Perdagangan AS tidak menilai manipulasi nilai mata uang sebagai subsidi pemerintah yang bisa dikenakan sanksi dagang.

Sementara itu, anggota Senat menyiratkan dukungan mereka bagi pemberlakukan UU itu. "Pihak China harus sadar bahwa Kongres bersikap serius menghadapi manipulasi nilai mata uang mereka," kata Senator Charles Schumer dari Partai Demokrat asal negara bagian New York. (Associated Press)
• VIVA news.


                                           

.

Tidak ada komentar: